Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

Pertemuan 12: Sabtu bersama Agustinus Wibowo

“Kita akan bertemu Agustinus Wibowo tanggal 27 Desember 2014.” Itu pesan Pak Guru yang masuk di WAG AM5M beberapa minggu yang lalu. Semua antusias. Penulis genre baru non-fiksi kreatif Titik Nol yang keren itu (Titik Nol-nya yang keren, penulisnya saya belum tahu). Dua jam bersama Agustinus Wibowo (AW) eksklusif  untuk peserta AM5M dan gratis. Maka mulailah pencarian lebih jauh tentang si Mas Agus ini. Mulai dari Titik Nol , buku bercover biru dengan seorang anak yang meloncat dari ketinggian. Breath taking. Saya benar-benar ingin punya buku itu. Tapi harganya 125ribu. Itu jatah makan keluarga 3 hari. Lihat wawancaranya di Kick Andy dari YouTube. AW melakukan perjalanan darat dengan tabungan US$ 2000 ke daerah Tan. Afganistan, Tajikistan, Turkmenistan, Hidustan, dan tan tan yang lain. Sepertinya ini orang agak ajaib. Buka blognya Agustinus Wibowo . Oh my... deretan foto-foto indah kelas National

Pertemuan 11: Tema

Berikut ini adalah resume yang dibuat oleh teman AM5M Hatfina Dini. Sayang sekali kalau hanya bulukan dalam tumpukan file. Pertemuan kemarin kita membahas tema, nih. Tapi, jangan dihubungkan dengan tema yang biasa kita pelajari di materi Bahasa Indonesia, ya!  Tema ini khusus untuk FIKSI! Tema: jantung cerita, menurut Nigel Watts. Menurut Frey/Egri: Tema dirumuskan dalam rumus: Karakter + Konflik + Konklusi (3K) Terkadang, bisa juga disebut dengan premis.   Dari itu semua, Tema bisa disimpulkan menjadi: pernyataan apa yang terjadi pada karakter sebagai hasil dari konflik utama. Contoh tema dari Bang Fuadi, diambil dari buku yang difilmkan berjudul GodFather. Ada yang sudah pernah baca atau nonton? Tema GodFather yaitu: Family Loyalty Leads to Life a Crime. Jadi, tema itu dalam bentuk kalimat, teman-teman! Kenapa kita sampai membahas Tema? Apa pentingnya?  Karena tanpa tema, cerita tidak akan memuaskan pembaca, walau ceritanya seru dan ditulis dengan baik.

Pertemuan 9: Desain dan Promosi

Jika dianalogikan dengan sebuah proses kelahiran, tahap desain dan promosi adalah saatnya mulai ada bukaan menunggu lahirnya sebuah buku. Desain yang dimaksud disini mencakup desain sampul, warna, penampilan isi, layout, font, pembatas antar bab dan sebagainya. Desain dari buku semestinya dapat merepresentasikan isi buku. Penulis perlu meluangkan waktu untuk memikirkan hal ini dan memiliki konsep yang jelas mengenai desain bukunya. Jangan cepat puas dengan apa yang diberikan oleh pihak penerbit. “Sekarang sudah bukan masanya Penulis hanya menulis.” Kadangkala penulis memang perlu mengeluarkan biaya sendiri sebagai investasi, misalnya untuk membeli buku beberapa eksemplar (biasanya terjadi pada penerbit kecil), bayar ilustrasi sendiri, membuat model peraga untuk promosi. Misalnya topi menara-menara an yang dipakai beberapa artis saat promosi buku N5M. Dalam pertemuan ini, Kami juga jadi mengerti behind the story -nya proses menemukan cover Negeri 5 Menara.  Bagaimana garingny

Pertemuan 8: Editing dan Revisi

Materi: 1.       Ada 2 proses dalam menulis: inspirational stage (menangkap ide) dan craft stage (menyusun ide ini agar masuk akal). Yang pertama writing dan yang kedua editing. 2.       Jangan dicampur, lakukan terpisah. Jangan lomba lari sambil menalikan sepatu setiap langkah. Dalam menulis novel N5M bahkan pak guru mengetik tanpa melihat layar. Terus saja mengetik terus tanpa berhenti. 3.       Inspirational stage lebih penting karena editing terjadi hanya kalau ada bahan. Kalau tidak, maka isi tulisan kita hanya corat-coret. 4.       Tulis draft lengkap tanpa membaca ulang, atau 1 bab, atau 1 adegan. Jangan patahkan aliran ide. 5.       Rewrite penting, tapi jangan berlebihan. Kadang-kadang kata pertama itu sangat kuat, tapi kadang perlu diperkuat. 6.       Singkat padat, kalau ragu, potong. Lebih baik buku tipis tapi berkesan dibanding buku tebal tapi tidak tamat-tamat. 7.       Buat irama dalam novel. Ada awal, tengah, akhir. Buat garis naik turun menuju puncak. Ad

Pertemuan 7: Dialog

Pada intinya, pertemuan kali ini dibicarakan mengenai bagaimana triknya membuat dialog yang bagus. Berikut beberapa hal penting yang disampaikan Pak guru seperti dirangkum oleh Putri dan Shanty: 1.       Pahami bahwa tujuan dialog adalah memberi KESAN (impresi) dialog yang riil, tapi bukan mereplikasi atau meniru mentah-mentah. Life has no plot, conversation has no shape, repetitive. Record it! Dialog yang riil itu membosankan, berlebihan dan banyak perulangan. Bukan itu yang ingin dibaca orang. Khaled Hosseini dalam novelnya The Kite Runner memiliki cara unik dalam membuat dialog yang menggunakan ungkapan dalam bahasa lain. Ia menerjemahkan beberapa istilah asing dengan menggunakan kalimat lain. “Tashakor, Ali jan.” “Aku mendoakanmu sepanjang waktu.” “Kalau begitu, teruslah berdoa. Kita belum menyelesaikannya.” atau: “Assalamu’alaikum, Bachem.” Halo, anakku. “Wa’alaikumussalam, Jenderah Sahib,” aku menjabat tangannya. Dialog diatas tidak riil, namun membantu

Pertemuan 6: Setting

Pertemuan setelah 5 minggu tidak bersua ini dimulai dengan Bang Fuadi menyampaikan mengenai hasil evaluasi kedisiplinan peserta AM5M, kewajiban piket (akan dibuat ceklist apa yang perlu disiapkan petugas piket oleh Rendy), program sharing  rutin materi yang berhubungan dengan penulisan dari peserta di setiap pertemuan, mengingatkan surat pernyataan penulis RUN bagi yang belum mengumpulkan, acara mengikuti aktivitas penulis, sampai ke evaluasi proyek RUN. Hari ini kami masuk ke pembahasan mengenai setting dalam sebuah cerita fiksi. Setting itu bagaikan tepung dalam kue. Bukan yang terpenting, tapi tanpa tepung kue tidak akan jadi. Setting itu anchor/jangkarnya cerita. Ia membumikan suatu cerita. Story telling is picture painting with words . Bagaikan pelukis yang menggambarkan suatu tempat dengan kuas dan kanvasnya, penulis menggambarkan suasana atau tempat dengan kata-kata. Bagaimana membuat setting yang baik? Setting harus terasa nyata, dimana pembaca akan merasa seo