Langsung ke konten utama

Oleh-oleh dari Kuliah Umum Septi Peni Wulandani

Biarkan anak tumbuh alamiah sesuai fitrahnya.

Itu pesan kuat yang saya tangkap dari acara kuliah umum Ibu Septi Peni Wulandani di Aula Perpustakaan Bapusibda Jl. Kawaluyaan Indah II Bandung. Kuliah Umum dengan tema Menjadi Ibu Profesional untuk Mencetak Generasi Handal diprakarsai oleh Institut Ibu Profesional Bandung dengan bekerja sama dengan Bapusibda Jawa Barat. Pada Sabtu, 10 Oktober 2015, selama lebih dari 1 jam sekitar 200 lebih peserta terbius cerita Bu Septi yang begitu kocak namun penuh inspirasi berharga.

Siapa Bu Septi?
Ternyata banyak juga yang belum mengenal Ibu kelahiran 21 September 1974 ini. Maka wajar ketika moderator merasa perlu menampilkan selusin prestasi keren beliau, diantaranya:
  • Ibu Teladan versi Majalah Ummi 2004
  • Danamon Award 2006 kategori Individu Pemberdaya Masyarakat
  • Tokoh pilihan Majalah Tempo 2006
  • Inovator Sosial pilihan Pasca Sarjana FISIP UI 2006
  • Woman Enterpreuner Award Ashoka Foundation 2007
  • Ikon 2008 bidang IPTEK versi Majalah Gatra 2008
  • Inspiring Women Award 2008, 2009
  • Kartini Award versi Majalah Kartini 2009
  • Kartini Next Generation Award 2013, Kemenkominfo
  • Founder Komunitas Ibu Profesional, Jarimatika, School of Life Lebah Putih

Istri dari Dodik Mariyanto ini adalah ibu dari 3 anak luar biasa Enes, Ara dan Elan. Berikut sedikit tentang ketiga anak yang menghabiskan hampir seluruh masa pendidikannya dengan homeschooling bersama kedua orangtua mereka.

Enes, lahir tahun 1996 (19 tahun),
  • Homeschooling sejak kelas 2 SD. Sempat sekolah formal selama SMP. Dan menamatkan S1 dalam bidang Business Management di Singapura pada usia 18 tahun.
  • Pada usia 10 tahun, meminta TV ditiadakan dari rumah.
  • Pada usia 13 tahun (2009) meraih penghargaan Young Changemaker Ashoka Foundation sebagai anak muda perduli sampah
  • Penggagas Komunitas Bright Bride yang mempersiapkan para gadis belajar bersama mempersiapkan diri menjadi pengantin, istri dan ibu.

Ara, lahir tahun 1997 (18 tahun)
  • Pecinta susu yang ketika usianya 10 tahun, telah menjadi pebisnis sapi yang mengelola lebih dari 5000 sapi.
  • Penggagas Moo’s Project.
  • saat ini tengah kuliah di Singapura mengikuti sang kakak.
  • Penerima penghargaan Young Changemaker Ashoka Foundation 2008.

Elan, lahir tahun 2003
  • Si bontot yang suka robot dan berhasil membuat robot dari sampah saat usianya 7 tahun.
  • Penggagas Robocycle yang bertujuan agar anak-anak di desa dapat belajar cara membuat robot yang bermanfaat.
  • Aktivitasnya sekarang membuat robot dari bahan daur ulang sampah dan magang kemana-mana sendirian.

Bagaimana caranya mereka bisa keren-keren begitu ya? Nah, apa yang disampaikan Bu Septi dalam Kuliah Umum ini, lumayan bisa menjawab rasa penasaran kita. Silahkan siap-siap gelar tikar dan cemilan.

Latar belakang keluarga
Ibu Septi ternyata telah di tinggal ayahnya saat kelas 2 SD. Hidup bersama dengan ibu yang bekerja sebagai guru bersama kedua kakaknya - salah satunya mengalami down syndrome, dan seorang adik.

Kenangan yang selalu ada di kepala seorang Septi terhadap Ibundanya adalah seorang perempuan yang tidak pernah marah dan tidak pernah berkata tidak bisa.

"Kamu hebat Nak"
"Kamu bisa"
"Tunggu ya, minggu depan Ibu usahakan"
Adalah beberapa kalimat positif ibu yang terpatri kuat dalam ingatannya.

Namun ibunya ini juga 'raja tega'. Ketika lulus SMA di usia 17 tahun dan siap melanjutkan pendidikan ke Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro melalui jalur undangan,  Bu septi hanya dibekali uang celengannya. Adalah tradisi keluarga,  bahwa setiap anak memiliki tabungan sejak kecil yang diisi oleh orang tuanya untuk bekalnya di masa depan.

"Nak, ini biaya hidupmu untuk 4 tahun ke depan. Kamu tidak boleh pulang untuk minta uang. Kalau mau nengok Ibu, ya nengok aja  jangan ada cerita minta uang lagi."

4 tahun! Dengan uang yang banyak...dalam bentuk recehan. Benar-benar raja tega!
Bu Septi pun putar otak bagaimana caranya uang itu bisa cukup untuk 4 tahun.

Usaha pertama adalah puasa Senin Kamis dengan rajinnya. Ketika puasa Senin Kamis rasanya belum cukup, tambah lagi jadi puasa Daud yang selang sehari. Tapi sepertinya itu belum cukup. Padahal badan sudah kurus kering kerontang.

Ketika temannya memuji, "Kamu alim banget ya Sep"
Bu Septi hanya bisa nyengir. "Ini bukan alim, tapi terpaksa!"

Akhirnya terpikir untuk memakai semua celengan untuk menyewa rumah. Gudang pun dibersihkan untuk kamar tidur si Ibu Kos, sedangkan kamar lainnya disewakan. Status sebagai Ibu Kos pun resmi disandangnya. Seiring waktu Bu Septi mulai melihat peluang usaha baru dengan memberikan servis sarapan pagi bagi para anak kos.

Menurut Bu Septi, orang yang tidak punya mimpi, hidupnya akan diisi untuk mewujudkan mimpi orang lain. Hal ini ia fahami benar ketika sadar bahwa selama ini ia hanya menjalani mimpi ibunya untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di Departemen Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Bagi sang Bunda Musriyati, menjadi PNS memberikan jaminan keamanan secara ekonomi.

Pilihan hidup
Dalam kondisi aman damai sentosa, tiba-tiba arah angin berubah. Masa-masa penuh kebanggaan dan kebahagiaan sebagai PNS harus melalui bertentangan ketika kakak kelasnya yang ganteng di SMA  1 Salatiga memberanikan diri mengungkapkan cintanya yang lama terpendam.

“Aku mau membangun peradaban, tapi aku mau anakku dididik oleh ibunya sendiri. Bukan oleh kakek-neneknya, apalagi pembantu. Mau atau tidak?” kata Dodik Mariyanto dengan nada ala tentara.

Tadinya Bu Septi pikir akan diberi kesempatan dalam hitungan 2 atau 3 hari untuk memikirkan jawabannya. Ternyata hanya diberi kesempatan dalam 3 hitungan.

“satu – dua – tiga......,” desak Pak Dodik yang lulusan ITB dan tengah menjadi karyawan sebuah Bank di Depok.

Pada hitungan 4, Bu Septi menjawab “Mau!”

Alasannya sederhana. “Sudah ganteng, punya prinsip lagi. Ini baru imam saya,” tutur jujur Bu Septi yang disambut gelak tawa sekitar 200 orang lebih audiens di Aula Bapusibda.

Dan mereka pun mengikat janji suci di depan penghulu pada tahun 1995.

Masa-masa post power syndrom dan menjadi ibu galau
And they live happily ever after aman damai sentosa.

Hus, ini bukan cerita dongeng. Ini hidup seorang manusia di alam nyata. Hidup tidaklah semulus itu. Post power syndrom dari perempuan berpenghasilan menjadi full time mom itu terjadi juga pada perempuan lulusan Fakultas Kesehatan Universitas Diponegoro ini. Biasa menghadapi komputer, kini harus berurusan dengan tetek bengek urusan rumah tangga yang sepertinya tidak ada selesainya. Lengkap dengan baju dinas berupa daster robek dan bergo bau bawang tiga hari.

Tapi Bu Septi tidak mau berlama-lama terpuruk dalam ketidakproduktifan. Ia mulai berusaha mencari kesibukan. Kebetulan rumahnya dekat dengan Kampus UI Depok yang sering mengadakan seminar parenting bermutu dan GRATISAN. Harus gratisan kata Bu Septi mengingat gaji suami yang terbatas.

Ketika peserta lain yang kebanyakan mahasiswa bubar selesai acara, Bu Septi akan maju dan berusaha mendekati pembicara.
“Kenalkan saya Septi, Ibu rumah tangga PROFESIONAL,” katanya dengan memberikan penekanan pada kata terakhir sambil menyerahkan kartu nama.”Saya ingin belajar sama Bapak, kapan bapak ada waktu? Boleh saya kerumah?” Pada suatu masa, ia pernah menunggu berjam-jam di rumah Kak Seto untuk berguru.

Putri pertama Nurul Syahid Kusuma atau yang sering di panggil Enes lahir tahun 1996. Disusul setahun kemudian dengan lahirnya Kusuma Dyah Sekar Arum atau Ara. Bu Septi biasa terlihat tengah bersepeda motor dengan 2 anak terikat pada tubuhnya, berkeliling daerah sekitar daerah sawangan Depok untuk berburu ilmu.

Sebagai ibu muda yang galau, Bu Septi juga termasuk ibu yang sangat bangga ketika Enes pada usia 2,5 tahun sudah bisa membaca latin dan hijaiyah. Anak pun dijejali dengan stimulasi kognitif.
Bu Septi akhirnya mulai sadar kesalahannya ketika melihat sisi emosional Enes kurang terolah. Enes gampang marah jika tidak bisa. Dari situ, ia mulai belajar kesalahannya dengan lebih memperhatikan sisi emosional anak dibanding kognitifnya.

Hingga Enes sempat mengajukan gagasan membuat program “Save the Sulung”. Sebuah program untuk menyelamatkan anak-anak sulung dari jadi kelinci percobaan orang tuanya. “Aku adalah korban kefakiran ilmu orang tuaku,” kata Enes yang ditirukan ibunya.

Belajar berkuda
Suatu saat, si anak ingin belajar berkuda.
“Bu, bisakah kita berkuda?”

Melihat kondisi ekonomi mereka, ini sebenarnya bukan hal yang mudah untuk diwujudkan. Tapi terkenang oleh ibunya yang selalu mengatakan bisa, maka Bu Septi tidak mau berputus asa.
“Bisa Nak, nanti kita coba cari.”

Dengan motor Suzuki Bravo dan dua anak diikat diboncengan, mereka berkeliling seputaran Sawangan untuk mencari tempat latihan berkuda. Ternyata harga kursus berkuda Rp 250 ribu/45 menit. Sedangkan gaji suami cuma Rp 600ribu/bulan. Bu Septi pun memutar otak bagaimana caranya mewujudkan impian si kecil.

“Apa ada free trialnya Pak?”
“Oh ada Bu”

Kebeneran! Anak-anak pun bahagia karena akhirnya dapat merasakan naik kuda bagus gratisan. Walau cuma 10-15 menit.

Persoalan selesai? Ternyata belum.

“Wah asyik ya Bu naik kuda. Besok lagi ya Bu?”

Dengan senjata google, dicarilah semua sekolah berkuda yang bisa dikunjungi untuk mendapat kesempatan berkuda gratisan. Setelah semua sekolah telah di datangi, ternyata si anak masih suka.
Akhirnya Bu Septi merelakan cincin nikahnya demi sang anak bisa latihan berkuda. Setelah uang dari cincin habis, ternyata masih mau juga.

“Waduh gimana ya... menikah cuma sekali. Cincin cuma satu...,” pikir bu Septi.

Bu Septi memberikan pengertian ke anak untuk meminta sama Allah, agar diberikan kesempatan bisa berkuda. Anaknya pun mendatangi salah satu tempat berkuda untuk menjumpai pemimpinnya. Ia menawarkan diri untuk membersihkan kandang kuda tanpa dibayar, asal ia diberi kesempatan untuk menaiki kuda tersebut. Dan keinginannya pun terpenuhi.

Kekuatan keyakinan akan terkabulnya doa, juga kembali terbukti setelah mereka pindah ke Salatiga. Pemilik sebuah peternakan kuda yang tidak terurus menyerahkan pengelolaan peternakannya pada mereka. Sebagai imbalannya, anak-anak boleh bebas berkuda sepuasnya.

Princess Syndrome
Anak gadis sekarang dicecoki oleh kisah para princess yang cantik dan menanti pangeran tampan datang dalam hidupnya untuk membuat bahagia selamanya.

Itu dongeng yang menyesatkan dalam kenyataan. Si princess ternyata harus menghadapi sejumlah masalah dalam rumah tangganya. Urus anak, urus rumah tangga, urus pangerannya, dan banyak lagi. Ternyata berumah tangga itu tidak semudah dan seindah yang diduga. Muncullah permintaan cerai dari pihak istri, yang ternyata menurut data dari Pengadilan Tinggi Agama 2011 jumlahnya mencapai 934 kasus, dibandingkan dengan cerai talak dari pihak suami yang mencapai 422 kasus.

Menurut Bu Septi, perceraian seringkali terjadi karena tidak adanya kepastian.

Menjadi Ibu Rumah Tangga Profesional
Banggakah Ibu menjadi Ibu Rumah Tangga?

Banyak orang yang malu menjadi ‘sekedar’ Ibu Rumah Tangga. Masyarakat kita masih lebih menghargai profesi ibu bekerja karena dianggap menghasilkan uang untuk keluarga. Orientasinya masih sebatas materi.

Padahal sebenarnya Ibu Rumah Tangga itu sama dengan Ibu Bekerja. Bedanya yang satu bekerja di luar rumah, yang satu di dalam rumah. Dan dilakukan secara profesional. Bu Septi secara sadar menjadikan dirinya sebagai Ibu Rumah Tangga profesional. Ia menetapkan jam kerja dari pukul 7.00 pagi hingga 16.00. Jika ada tetangga yang datang untuk merumpi, ia akan bilang “Maaf, saya lagi bekerja.”

Ia juga menggunakan baju cantik ala karyawan beneran. Sampai-sampai suaminya heran. 
“Mau kemana Bu?”
“Mau kerja”
“Dimana?”
“Dirumah”

Sekitar tengah hari, suaminya menelpon kembali.
“Masih betah pakai baju kantor?”
“Masih,” jawab Bu Septi mulai nggak nyaman.

Setelah jam 2, akhirnya baju itu dilepas. “Wah rasanya kaya buka puasa!” kata Bu Septi yang kembali membuat para peserta tergelak.

Ibu itu utamanya harus cantik ketika di dalam rumah. Baru kemudian cantik di luar rumah. Jangan dibalik. Cantik dan wangi ketika di luar rumah, dan pulang dalam keadaan lusuh. Sebaiknya Ibu bekerja di luar rumah ketika pulang menjadi 2 kali lebih cantik.

Bu Septi tidak antipati dengan wanita karir. Selama ia memiliki kemampuan untuk bisa tetap profesional di rumah. Ia mengistilahkan sebagai “double garda”. Energi ekstra.

“Buat saya, wanita karir adalah seorang ibu yang mandiri secara finansial tanpa meninggalkan anak-anak di rumah,” katanya dalam Suara Hidayatullah (Maret, 2008)

Cara berfikir Ibu Profesional
Kesalahan berpikir yang sering terjadi adalah ketika para ibu berpikir secara outside-in (dari luar ke dalam): What-How-Why.

What, apakah saya seorang Ibu Rumah Tangga? Ya, saya ibu rumah tangga.

How, bagaimana caranya saya menjadi Ibu Rumah Tangga? Saya perlu informasi sebanyak-banyaknya tentang kerumah-tanggaan. Dapat informasi dari si A, ikut. Dapat informasi dari si B, nunut. Bagaikan mencampurkan makanan enak pepes, gudeg dan soto. Tidak enak hasilnya. Kebanjiran informasi juga menyebabkan bumerang dalam rumah tangga.
Ketika mendirikan sekolah, Bu Septi meminta para guru tidak studi banding dalam 5 tahun pertama. Yakin saja pada apa yang dikerjakan. Pakai kacamata kuda.
Jika ada penawaran dari kiri dan kanan, ia cukup mengatakan, “Menarik, tapi saya belum tertarik.”
Jadilah bukti, jangan mencari bukti orang lain, menjadi pedoman Bu Septi.

Why, mengapa saya harus menjadi Ibu Rumah Tangga? Apakah karena terpaksa? Timbul perasaan galau dan tertekan.

Untuk menghindari itu semua, proses berpikirnya harus dibalik Inside-out (dari dalam keluar): Why – How-What.

Dalamnya harus kuat dulu. Nikmatilah prosesnya. Be positive. Work with meaning.
Kalau pekerja bisa resign jika tidak cocok, menjadi ibu rumah tangga kemungkinan itu tidak ada.
Rejeki itu pasti, kemuliaan itu yang harus dicari. Allah sudah menjamin rejeki setiap anak yang terlahir kedunia. Jangan sampai kita jungkir balik mengejar rejeki yang sudah pasti, tapi kemuliaan hilang.

Hadapi setiap masalah yang dapat sebagai tantangan yang akan meningkatkan derajat. Jadi mestinya kita senang kalau ditimpa masalah, karena biasanya akan ada peningkatan berarti yang terjadi.

Mengenai Home Schooling


Bicara dengan Bu Septi, belum lengkap rasanya jika tidak bertanya mengenai bagaimana konsep pendidikan homeschooling yang terapkan Bu Septi dan Pak Dodik kepada ketiga anaknya dalam kurun waktu 19 tahun terakhir.

Berikut ringkasan konsep tersebut:

Tema fitrah keimanan (Iman – Akhlak – Adab – Bicara)
Wawasan: mengenal Allah dan ciptaan-Nya (0-7 tahun)
Gagasan: Mampu membaca diri, alam, jaman dan membaca kehendak Allah (7-14 tahun)
Kegiatan: Khalifah fil ardl, mampu memikul kewajiban syariah secara individual dan sosial (14-21 tahun)

Fitrah belajar (Intellectual Curiosity – Creative Imagination – Art of Discobery and Invention – Noble Attitude)
Wawasan: Bahasa ibu, bermain bersama alam (0-7 tahun)
Gagasan: Struktur berpikir kearifan lokal (7-14 tahun)
Kegiatan: Implementasi ilmu untuk kemaslahatan keluarga dan umat (14-21 tahun)

Fitrah bakat (Enjoy – Easy – Excellent – Earn)
Gagasan: Tour de Talent, menggali potensi kekuatan (0-7 tahun)
Wawasan: Mengali bakat, Visioning Board, Nyantrik/Magang (7-14 tahun)
Kegiatan: Mengembangkan passion bersama mentor/ahli (14-21 tahun)

Biarkan anak berkembang alami
Buka mata, buka telinga, lihat apa yang dititipkan Allah kepada anak kita. Ikuti tahapannya. Sebagai orangtua kita gampang galau dan ingin segalanya serba instan. Perhatikan dan pekalah terhadap perkembangan anak.

Jangan banyak mendikte. Fitrah anak tidak keluar bisa jadi karena rutinitas. Sabarlah menghadapi proses detoksifikasi jika anak sudah mengalami penumpukan stress.
Berilah anak banyak pilihan.

Biarkan anak tumbuh alami tanpa pestisida. Harga tanaman organik itu lebih mahal, karena lebih sehat dan tidak pasaran.

Secara alami, anak akan terlihat bakat dan minatnya. Sungguh bahagia orang yang bisa bekerja di bidang yang sesuai antara bakat dan minatnya. Bu Septi pernah bertemu dengan seorang yang sangat suka membersihkan pakaian. Ia sanggup mensetrika 10 kg pakaian selama 1 jam tanpa capek. Demikianlah ketika bakat dan minat ketemu, segalanya menjadi lebih mudah.

Walau anak-anaknya telah bisa baca pada usia batita, Bu Septi termasuk salah seorang pendukung kebijakan tidak adanya tes calistung sebagai syarat masuk SD. Calistung cukup distimulasi secara alami 5-10 menit setiap hari. Jangan sampai anak SD stress di sekolah.
“Sekolah seperti itu mahal Bu,” adalah keluhan yang biasa terdengar.
“Itu investasi!” jelas Bu Septi

Pada usia 7-10 tahun, biarkan anak banyak bereksplorasi. Jangan belikan mainan mahal yang membuat Anda marah jika anak jadi bosan atau merusaknya. Itu memang masanya mereka mencoba segala hal. Pada masa itu mereka masih boleh coba-coba. Jangan sampai coba-cobanya ketika dewasa. Life more complicated that time.

Pada usia pra remaja, mulailah untuk anak laki dekat dengan ibunya atau anak perempuan dekat dengan ayahnya. Jadilah sahabat anak sehingga anak-anak tidak perlu mencari cinta monyet dengan yang lain.

Pendidikan spiritual

Mengenai masalah ini sempat diungkap Bu Septi dalam diskusi kecil bersama beberapa wartawan setelah selesai selesai acara dalam ruang pembicara. Saya yang memerangkapkan diri dalam ruang itu ikutan pasang kuping.

Anak itu seringnya hanya pintar bersikap religius tapi tidak cerdas spiritual.
Kita terbiasa memisah-misah masalah spiritual. Spiritual kita kotak-kotakkan dalam label jam mengaji, jam TPA, jam pelajaran agama. Padahal sejatinya, proses spiritual itu adalah proses 24 jam. Dari bangun hingga tidur. Dan tidur itu pun adalah proses spiritual dimana kita belajar tentang yang namanya mati.

Pemisahan kaku pada masalah spiritual menyebabkan terjadinya sekularisme. Pinter ngaji tapi korupsi. Sholat tapi mencuri. Ilmu spiritual itu seharusnya blended, menyatu dalam kehidupan sehari-hari. Alami saja dan ikutilah fitrah anak.


Mau mulai dari mana?
Dengan sejumlah kompleksitas masalah, sekarang kita bingung mau mulai dari mana?

“Mulailah dari membiarkan anak-anak itu bersenang-senang! Sebagai mahkluk bermain, biarkanlah mereka bermain bebas”

Bu Septi selalu mengusahakan urusan rumah tangga selesai sebelum pukul 7.00 pagi dan dilanjutkan lagi pukul 7.00 malam menjelang suami pulang. Jika anak tidur, ibu pun ikut tidur. Jangan anak tidur, ibu malah kerja bakti. Nanti anak bangun, ibunya loyo.

Jangan banyak program. Jalankan satu demi satu. Cukup 1 program untuk 3 bulan.

Mengenai Institut Ibu Profesional (IIP)
IIP adalah forum belajar bagi para ibu-ibu yang telah tersebar di sejumlah kota di Indonesia bahkan di luar negeri. Para ibu diharapkan dapat belajar tahap demi tahap, dimulai dari keluarga baru kemudian ke lingkungan yang lebih luas.

Berikut adalah 7 tahapan pendidikan di IIP:

Step 1 Bunda sayang (Pendidikan anak)
Memahami komunikasi produktif
Memandu kemandirian anak
Melejitkan kecerdaan emosi dan spiritual
Menstimulasi logika anak dan suka membaca
Memicu kreativitas anak
Memahami Multiple Intellengences
Membangun karakter
Memahami pendidikan sex benar
Keluarga Multimedia


Step 2 Bunda Cekatan (Terampil)
Learn How to Learn
Mind Mapping
Manajeman Waktu
Manajemen Keuangan Rumah Tangga
Manajemen Penataan Rumah
Emergency First
Safety Riding, Walking and Driving
Membangun Home Team
Visioning Board

Step 3 Bunda produktif (Performance Character)
Menemukan passion
Komitmen dan konsistensi
Menemukan bakat
Memperkuat jam terbang
Program 90 hari produktif
Memandu anak menemukan passion
Memandu anak menemukan talent
Membangun jejaring

Step 4 Bunda Shaleha (Moral Character)
Menemukan Misi Hidup
Membangun Value Keluarga
Family Strategic Planning
Membangun Jiwa Merdeka
Menebar Benih Kebaikan
Membangun kebermanfaatan umat
Membangun kapasitas hidup anggota keluarga


Step 5 “A” Home Team (Action)

Step 6 Komunitas unggul (Network/jejaring)

Step 7 Ibu Profesional rahmat bagi semesta alam

Info selanjutnya bisa melalui website http://www.ibuprofesional.com/. Bisa juga bergabung dengan Group FB di tiap kota. Untuk bandung namanya Institut Ibu Profesional Bandung. Jika ingin lebih interaktif, bisa bergabung dengan grup whatsapp di tiap kota.


Ijinkanlah anak mengeluarkan suara alaminya. 
Dengarkanlah anak Anda.
Be profesional, Rejeki will follow. Yakini saja.



(2900 kata)

Sumber materi pelengkap:

Komentar

  1. Beneran ibu rumah tangga professional yg sukses...👍

    BalasHapus
  2. Nice share...
    Serasa mengulang kembali KULUM 10 Okt 2015 lalu.
    Haturnuhun teh, salam kenal :)

    BalasHapus
  3. keren banget, ibu - ibu yang BENER PROFESSIONAL, Salut

    Makasih mama Raka sharingnya

    BalasHapus
  4. Alhamdulillah, terima kasih atas pelajarannya..

    BalasHapus
  5. Subhanallah, banyak ilmunya yg harus diaplikasikan.

    BalasHapus
  6. Subhanallah, banyak ilmunya yg harus diaplikasikan.

    BalasHapus
  7. Subhanallah....
    Semoga tidak ada kata terlambat buat saya terus belajar menjadi ibu rumah tangga profesional ....

    BalasHapus
  8. Lengkap banget .makasi mba

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertemuan 12: Sabtu bersama Agustinus Wibowo

“Kita akan bertemu Agustinus Wibowo tanggal 27 Desember 2014.” Itu pesan Pak Guru yang masuk di WAG AM5M beberapa minggu yang lalu. Semua antusias. Penulis genre baru non-fiksi kreatif Titik Nol yang keren itu (Titik Nol-nya yang keren, penulisnya saya belum tahu). Dua jam bersama Agustinus Wibowo (AW) eksklusif  untuk peserta AM5M dan gratis. Maka mulailah pencarian lebih jauh tentang si Mas Agus ini. Mulai dari Titik Nol , buku bercover biru dengan seorang anak yang meloncat dari ketinggian. Breath taking. Saya benar-benar ingin punya buku itu. Tapi harganya 125ribu. Itu jatah makan keluarga 3 hari. Lihat wawancaranya di Kick Andy dari YouTube. AW melakukan perjalanan darat dengan tabungan US$ 2000 ke daerah Tan. Afganistan, Tajikistan, Turkmenistan, Hidustan, dan tan tan yang lain. Sepertinya ini orang agak ajaib. Buka blognya Agustinus Wibowo . Oh my... deretan foto-foto indah kelas National

Oleh-oleh Kuliah Umum Fitrah Based Education Adriano Rusfi

Hari Minggu, 29 November 2015 lalu, saya kembali menghadiri sebuah Seminar Parenting di Aula Bapusibda Bandung. Kali ini judulnya Kuliah Umum Melahirkan Generasi Emas Melalui Pendidikan Peradaban berbasis Fitrah yang diadakan oleh Komunitas HE-BPA atau Home Education – Berbasis Potensi dan Ahlak. Buat saya, yang seru dari setiap Seminar Parenting adalah menularnya aura positif dari para peserta. Mereka adalah para ayah dan bunda yang selalu semangat untuk meng-upgrade diri dengan menambah pengetahuannya untuk mendidik anak-anak mereka. Jadi wajar saja kalau ada teman yang bisa kecanduan ikut acara seminar parenting seperti ini. Pada Kuliah umum kali ini, walau memang didominasi para bunda, ternyata banyak juga para ayah yang semangat untuk mengikuti acara. Materi pertama dari Psikolog lulusan UI, Drs. Adriano Rusfi, S.Psi atau yang sering di sapa Bang Aad. Beliau menyampaikan materi Melahirkan Generasi Aqil Baligh untuk Peradaban Indonesia yang Lebih Hijau dan Lebih Damai. Kon