Hari Minggu, 29 November 2015 lalu,
saya kembali menghadiri sebuah Seminar Parenting di Aula Bapusibda Bandung.
Kali ini judulnya Kuliah Umum Melahirkan Generasi Emas Melalui Pendidikan
Peradaban berbasis Fitrah yang diadakan oleh Komunitas HE-BPA atau Home
Education – Berbasis Potensi dan Ahlak.
Buat saya, yang seru dari setiap
Seminar Parenting adalah menularnya aura positif dari para peserta. Mereka adalah para ayah
dan bunda yang selalu semangat untuk meng-upgrade diri dengan menambah pengetahuannya
untuk mendidik anak-anak mereka. Jadi wajar saja kalau ada teman yang bisa
kecanduan ikut acara seminar parenting seperti ini. Pada Kuliah umum kali ini,
walau memang didominasi para bunda, ternyata banyak juga para ayah yang semangat
untuk mengikuti acara.
Materi pertama dari Psikolog lulusan
UI, Drs. Adriano Rusfi, S.Psi atau yang sering di sapa Bang Aad. Beliau
menyampaikan materi Melahirkan Generasi Aqil Baligh untuk Peradaban Indonesia
yang Lebih Hijau dan Lebih Damai.
Konsultan SDM dan Pendidikan Independen
yang pernah menjadi Pimpinan Umum Majalah Ummi ini membuka materi dengan
pertanyaan: “Apa yang membuat anak-anak kita tertarik dengan ISIS atau NII? Mengapa
seorang anak usia 13 tahun bisa mengendarai mobil balap dan menewaskan banyak
orang? Mengapa tawuran? Mengapa pakai narkoba?”
Berdasarkan pengalaman beliau bekerja
pada BNN di bagian prevensi, penangkapan ternyata hanya memiliki efek
keberhasilan 2%. Bahkan rehabilitasi tingkat keberhasilannya hanya 6%. Artinya
jika 100 orang di rehabilitasi, 94 orang akan kembali jadi pemakai.
Kalau dulu Bung Karno bilang, “Beri
aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Sekarang kita bilang, “Beri
aku satu remaja, pusing awak dibuatnya.”
Pemuda memang identik dengan semangat
perubahan. Ini merupakan salah satu penyebab mengapa pada masa Rasullullah,
Islam lebih berkembang di Madinah daripada di Mekah. Saat itu di Madinah lebih
banyak penduduk mudanya, dibandingkan dengan Mekah yang lebih banyak penduduk
berusia lanjutnya.
Di masa awal kemerdekaan, kita bisa
lihat bagaimana para pemuda seperti Bung Karno, HOS Cokroaminoto, dan lain-lain
mampu memimpin perundingan antar negara pada usia mudanya. Mereka menyerukan
sumpah pemuda untuk mempersatukan bangsa. Tercatat dalam sejarah bagaimana
geniusnya mereka memilih bahasa melayu yang egaliter sebagai bahasa persatuan.
Lantas mengapa kualitas generasi muda
kita menurun?
Konsep remaja
Istilah remaja itu adalah istilah yang
dikenal pada akhir abad 19. Sebelumnya tidak ada istilah itu. Dalam sebuah
penelitian ilmiah pada suku-suku terasing di Samoa, Papua, Baduy dalam,
ciri-ciri keremajaan itu tidak tampak pada masyarakat disana. Dalam dunia
kedokteran hanya ada istilah Pedagogi untuk anak dan Andragogi untuk Dewasa. Tidak
ada istilah remaja.
Remaja dalam fenomena sosial sekarang
lebih merupakan tragedi. Sebuah generasi banci sosial, tidak produktif, bahkan
konsumtif dan destruktif, bukan anak tapi belum dewasa.
Kalau anak minta duit, kita bilangnya “Kamu
sudah besar, minta duit melulu”
Kalau anak minta kawin, kita bilangnya
“Kamu masih kecil, sudah minta kawin”
Konsep remaja itu mendapat pembenaran ilmiah,
sosial bahkan agama. Kita jadi mengenal istilah remaja mesjid. Di sini lemahnya
science yang hanya bicara soal fakta. Jika dalam populasi ada 10% banci, maka
kita akan menyebutkan bahwa jenis kelamin itu ada 3. Demikian juga dengan
remaja, yang sebenarnya tidak ada.
Aqil Baligh dalam Islam
Islam mengenal istilah Aqil Baligh.
Baligh adalah kedewasaan fisik, sedangkan Aqil adalah kedewasaan mental. Masalah
terjadi ketika Baligh dan Aqil ini tidak sepaket. Baligh berhubungan dengan
nutrisi. Para bunda over sukses dengan memberi nutrisi pada anak, sehingga kini
masa baligh bisa terjadi pada usia
sangat dini seperti 9 tahun.
Sedangkan Aqil berhubungan dengan
kedewasaan mental, yang menurut teori psikologi makin lama makin lambat munculnya.
Kedewasaan mental kini muncul di usia 22-24 tahun. Di sinilah masalah muncul.
Kita pun mengenal istilah remaja. Sudah Baligh tapi belum Aqil. Terciptalah
periode transisional dalam rentang yang panjang. Dalam Al Quran juga disebutkan
mengenai perlunya kita berlindung dari masa-masa transisi seperti ini.
Dalam Islam, Aqil dan Baligh disiapkan
dalam 1 paket. Tidak bisa dipisah-pisah. Paling lambat usia 15 tahun Aqil dan Baligh
itu sudah bisa tercapai. Bagaimana caranya? Siapa yang bertanggung-jawab
meng-aqilbaligh-kan anak?
Perlu dipahami bahwa penanggung jawab
utama pendidikan adalah ayah. Bukan bunda! Bunda adalah pelaksana pendidikan. Dalam sejumlah referensi islami
ditemukan tokoh parenting yang terkenal adalah laki-laki. Ada nama Lukmanul
Hakim, seorang budak berkulit hitam yang petuah-petuahnya untuk anak-anaknya
menjadi referensi parenting hingga kini. Namanya bahkan diabadikan dalam Al
Quran.
Saat ini, sebagai korban revolusi
industri, para ayah menjadi sekedar buruh. Jangan berlindung dibalik kualitas,
padahal kuantitas kurang. Tidak ada kualitas tanpa kuantitas yang cukup.
Bersama para pakar parenting lain, Bang
Aad terpikir juga untuk menciptakan model ayah bekerja cukup dengan 4 jam
sehari, sehingga memiliki waktu lebih untuk mendidik anak-anaknya. Tapi jangan
juga jadi ayah yang serakah. “Kalau 4 jam saya dapat 30 juta, berarti dalam 8 jam
bisa dapat 60 juta nih.”
Terkadang para Ayah pulang bawa gaji, “Ini
uang bulan ini, cukup-cukupin ya.” Lantas petantang petenteng seolah bisa
menjajah seisi rumah karena merasa pencari nafkah.
Salah satu masalah berat dalam rumah
tangga adalah tanggung jawab pendidikan anak, bukan urusan cari uang. Makanya pikir matang-matang kalau mau berpoligami.
Tugas pengajaran bisa didelegasikan ke
sekolah, namun tugas pendidikan tetap di rumah. Sekolah tidak bisa dijadikan tulang
punggung pendidikan anak. Sekolah berasal dari bahasa latin Schole yang artinya
waktu luang. Jadi dari sejarahnya, sekolah adalah sekedar kegiatan mengisi
waktu luang disela-sela kegiatan utama mereka bermain menghabiskan masa anak-anak
mereka. Kini sekolah menjadi salah kaprah dengan berubah sebagai kegiatan utama
tempat orang tua buang anak. Sehingga orang tua-nya bisa tenang mencari uang
untuk bayar sekolah. Sebuah ironi.
Jadikan dalam satu paket, cintai
kebenaran dan benci pada kebatilan. Jangan dipisah-pisah.
Kenapa sholat rajin, buang sampah
sembarangan juga rajin?
Kenapa puasa senin-kamis, zina juga
senin kamis?
Ini karena kita sekedar melatih
pembiasaan. Biasa sholat, biasa puasa, tapi tidak biasa buang sampah pada
tempatnya.
Kita lebih mengutamakan ibadah dan
ahlak, sementara akidah tertinggal dibelakang. Ibadah dan ahlak ini yang
menjadi jualan sekolah-sekolah sekarang karena itu yang mudah terlihat dan
terukur. Padahal yang penting itu akidah atau pondasinya. Namanya juga pondasi,
sering tidak kelihatan pada awalnya.
Sekolah akan mengajarkan sholat, tapi
tidak bisa bertanggung jawab untuk kedewasaan anak. Terkadang terasa ada yang
aneh ketika mendengar komentar, “Tolong doakan anak saya yang baru lulus dan
sudah hafizd Quran, semoga mendapatkan pekerjaan.”
Pendidikan kedewasaan itu memerlukan
ikatan batin. Beda di elus oleh ibu dengan dielus oleh guru. Saat dielus ibu,
antibodi si anak bekerja.
Allah menitipkan hikmah pada orang tua untuk anak-anaknya. Dan itu tidak bisa didelegasikan pada siapapun. Dengan harga berapapun.
Saya jadi ingin menambahkan status
facebook keren Bang Aad, 1 Desembar 2015 lalu,
Dulu, saat anak-anak
temannya telah bisa membaca AlQur'an ketika berusia 3 tahun, dia hanya berkisah
pada anaknya tentang indahnya AlQur'an
Dulu, saat
anak-anak temannya telah terlatih shalat ketika berusia 5 tahun, dia hanya
bercerita pada anaknya betapa indahnya perintah Allah
Dulu, saat
anak-anak temannya telah hafal hadits Arba'in ketika berusia 7 tahun, dia hanya
berkisah pada anaknya tentang indahnya Rasulullah
Kini, saat teman-temannya
berkeluh-kesah tentang anak-anaknya, dia asyik terpesona menyaksikan indahnya
Islam pada diri ananda
Libatkan anak dalam masalah
Pria kelahiran 1964 ini pernah punya
status viral mengenai menikah. Kalau kita masukkan nama Adriano Rusfi di Google, akan nongol tulisan ini.
“Saya baru punya mobil usia 42 tahun.
Rumah baru punya 2 tahun lalu, sebelumnya ngontrak”, kata lulusan psikologi UI
kelahiran tahun 1964 ini.
Dulu teman-temannya bilang, “Lu makanya
yang fokus dong cari duit.”
Kalau sekarang teman-teman kagum dan
bilang, “Lu bakatnya banyak banget sih?” Bang Aad sekarang bisa membalas “Mungkin
dulu Lu kecepetan fokus sih.”
Generasi dewasa hijau perlu digerakkan
hatinya, jangan hanya otak. Akal sehat
tidak identik dengan kecerdasan akademis. Perilaku hijau adalah perilaku perduli
pada sesama.
Salah satu cara yang disampaikan Bang
Aad adalah dengan tidak menyembunyikan masalah dari anak. Rem masa baligh anak
dengan membantu orang tua menyelesaikan masalahnya.
Pada masa kecil Rasulullah ia adalah
penggembala ternak. Beliau melatih empatinya dengan memelihara binatang. Saat
ini kita bisa begitu alergi dengar kata ‘gembala’ atau bahkan ‘bunda’. Padahal
sebenarnya arti gembala itu adalah memuliakan, memakmurkan.
Jadi kurang tepat juga ketika
mengatakan, “Biar Ayah saja yang menderita, kamu belajar saja yang rajin.” Pria
yang sempat mengurus Sistem kaderisasi Mesjid Salman dan Orientasi Mahasiswa
Baru ITB ini menyebutkannya sebagai kalimat kurang ajar. Mengapa si ayah tidak
mengijinkan anaknya mengikuti jalan suksesnya? Tidak ada sejarahnya orang sukses hanya dari gelimangan kemudahan.
“Supaya beban finansial saya cepat
beres, saya fokus meng-aqilbaligh-kan anak”. Anak Bang Aad dari usia SMP sudah menjadi
loper koran, membuka jasa servis tamiya, membantu scoring lembar psikotest.
Sehingga anak jadi timbul empatinya.
Setiap permintaan akan dimulai dengan
pertanyaan: “Abi ada duit nggak?”
Apapun yang anak minta harus 10% uang
dia. Bang Aad cerita bagaimana anaknya ingin sepeda motor. “Bebas boleh pilih
yang mana saja, asal 10% uang sendiri.” Anaknya jadi mikir juga. Yang 16 juta,
harus ada 1,6 juta. Akhirnya si anak memilih yang 9 juta saja, karena merasa
mampu menyediakan 10%-nya. Abi senang, anak senang.
Konglomerat Tionghoa itu sadis-sadis
sama anaknya. Kalau anak mereka minta macam-macam, jawabnya “Sudah bagus Bapak
kasih segitu.” Kita saja yang Melayu ini
suka memanjakan anak. Bang Aad sempat bercerita tentang tetangganya yang
pengusaha kaya raya. Ketika hujan, ia memberikan payung buat anaknya supaya
jadi ojek payung.
Ketika anak sudah memasuki usia aqil
baligh, anak dikasih tahu. “Kamu ini sebenarnya sudah bisa Ayah suruh pindah,
tapi sekarang masih boleh tinggal dirumah. Hanya statusnya numpang. Numpang makan,
numpang tidur. Jadi tau diri lah sebagai penumpang. Baik-baik sama tuan rumah.”
Ajari anak cari uang, ajari anak
berorganisasi. Libatkan anak dengan masalah. Anak mulai bisa diajarkan
kemandirian saat usia diatas 7 tahun.
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah.
Maka kedua orangtuanyalah yang akan menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, atau
Majusi.” Yakinlah setiap anak sudah terlahir
muslim. Itu sudah fitrahnya. Didik anak dengan penuh optimis, tidak perlu
rekayasa. Dan jangan lupa untuk meminta kepada Allah melengkapi kekurangan kita dalam mendidik anak-anak.
***
Materi kedua dari Pak Harry Santosa mengenai Framework Home Base Education, saya tulis di sini.
Thanks to Putri Yudha Kusuma yang sudah merekam dan meng-upload materi keren ini di YouTube https://www.youtube.com/watch?v=v7WOS1aOKXc
Waah teh shant nuhun pisan postingannya :>
BalasHapusNuhun Hajah, semoga bermanfaat. Materinya memang bagus sekali disampaikan oleh pembicaranya.
Hapusteteh...nuhun yaa udah share catatannya...baarakallaahu fiik.....
BalasHapusijin share
BalasHapussemoga bermanfaat
Thank you for sharing.
Hapusijin share yah.. makasih
BalasHapusBagus sekali untuk kita para orang tua.mohon ijin untuk share
BalasHapusMohon izin di share ya mbak..
BalasHapusTerima kasih,jempol berguna sekali
BalasHapusTerimakasih sdh berkenan share...memang byk yg harus dibenahi dlm mindset mendidik anak..krn slahsatu hal utama yaitu sebagian besar dari kita dibesarkan oleh lingkungan kita..beruntunglah jika qt sdh berada di lingkungan yg tepat..(meski itu tak selalu jadi jaminan), namun qt tak bs selalu berharap seperti itu dan tdk semua orang punya kesempatan yg sama. maka perlu ada suatu paradigma massiv yg trs disampaikan kepada para orang tua dan calon orang tua mengenai bekal2 yg hrs dipersiapkan, dimiliki dan dimatangkan terkait pola pendidikan anak, terutama melalui jalan Qur'ani krn pasti itu jalan juga metoda yg terbaik.
BalasHapusAku kepengin mapan dulu, secepatnya saya pengin nikah kalau kerjaan udah mendukung
BalasHapusMakasih Bun. Saya selalu pengen ikut seminar parenting. Tapi belum kesampean. Senangnya sekarang banyak temen yang ikut seminar suka sharing reviewnya. Makasih banget. :)
BalasHapus