Langsung ke konten utama

Tips agar anak tidak tergoda berbuka saat puasa

Pernah tidak punya pengalaman curi-curi buka puasa ketika kecil? Saya pernah. Biasanya sore setelah Ashar adalah saat yang paling menyiksa. Panas menyengat, tenggorokan kering karena main seharian, ditambah godaan wangi masakan Mama di dapur. Wah sempurna deh. Ada kalanya saya berlama-lama berendam di kamar mandi dan ‘tidak sengaja’ ada air yang tertelan.  

Tapi menurut saya godaan terbesar adalah masa-masa menjelang lebaran, dimana Mama punya ritual membuat kue kering lebaran. Wangi kue kering yang baru keluar dari oven benar-benar meruntuhkan keimanan saya yang waktu itu berumur sekitar 7 tahunan. Ada saja kue yang masuk ke mulut saat Mama menugaskan saya memasukkan kue ke toples.

Buat saya lebaran  itu identik dengan kastengel. Kue keju batangan yang diperkenalkan oleh nyonya-nyonya Belanda di masa kolonial (Kaas berarti keju, stengels berarti batangan). Lebaran tanpa kastengel buatan Mama rasanya kurang afdol. Harus buatan Mama! Karena saya sudah pernah mencoba kue sejenis  yang tersedia di toko kue, baik yang murah maupun mahal, rasanya tidak sama dengan buatan Mama. Kastengel buatan Mama is the best. Sayangnya entah karena alasan mempertahankan tradisi, si Mama sibuk atau mahalnya bahan-bahan kue, kastangel buatan Mama hanya tersedia saat menjelang lebaran.

Ritual pembuatan kue lebaran sudah dimulai dari pertengahan Ramadhan. Mama sudah mulai mencicil membeli bahan-bahan kue kering seperti terigu, mentega, gula, telur, keju kraft,  dan lain-lain. Setiap lebaran Mama akan membuat kue kering seperti nastar, putri salju, chocolate chip dan tentu saja favorit keluarga kastangel.

Biasanya Mama memulai buat kue di pagi hari. Mulai dari menyiapkan adonannya. Saya diminta membantu memegang mixer sementara Mama memasukkan mentega, telur, tepung dan parutan keju. Maklum awal tahun 80-an kami belum punya mixer yang ada dudukannya seperti sekarang. Memegang mixer adalah bagian yang paling tidak saya suka dari membuat kue. Pegel.

Setelah cukup mengembang, adonan siap untuk dibentuk. Nah, bagian yang ini saya suka. Adonan diratakan dengan roller diatas plastik yang telah ditaburi tepung terigu. Kemudian dipotong-potong berbentuk batang-batang pendek. Di atas loyang yang telah diolesi mentega, batang-batang kastengels di kuas dengan kuning telur. Rasanya seperti melukis. Asyik sekali.

Bagian terakhir sebelum dibakar di dalam oven, adalah memberi taburan parutan keju kraft cheddar. “Usahakan jangan banyak terbuang dan jatuh-jatuh di loyang,” kata Mama. Mama juga selalu mengijinkan saya membuat bentuk apapun yang saya suka dari sisa-sisa adonan. Walau cetakan kue ketika saya kecil belum sevariatif sekarang, saya cukup senang memanfaat cetakan kue berbentuk pohon, lingkaran, bintang atau bulan. Parutan keju kraft-nya juga tidak dibuat merata, melainkan dibentuk menjadi mata atau ditaburi disekelilingnya.

Kue akan matang setelah Ashar. Tepat di saat saya kelaparan. Padahal saya masih bertugas memasukkan setiap potongan kue dari loyang ke toples. Godaan yang luar biasa. Sepertinya Mama tahu kalau saya suka curi-curi kue dan memasukkannya ke mulut. Jadi selanjutnya Mama merubah strategi.

Acara membuat kue tidak lagi dimulai dari pagi hari, melainkan siang hari setelah Zuhur. Kami menyiapkan dulu berloyang-loyang. Dibakarnya nanti menjelang jam berbuka sehingga bau wanginya mengeruak pas jam buka. Bisa dipastikan loyang pertama yang matang akan langsung habis. Dan Mama selalu berbaik hati membakar loyang kue-kue kreasi saya yang pertama. Spesial buat gadis kecilnya yang telah membantu membuat kue seharian.

Dengan membakar setelah jam berbuka, saya tidak lagi tergoda icip-icip. Waktu menunggu berbuka terasa cepat berlalu karena asyik menyiapkan loyang-loyang kue. Mama memang cerdas!

Sebuah pengalaman indah dimasa kecil yang tak pernah terlupakan. Insya Allah, pada waktunya akan saya pratekkan pada anak-anak tercinta. Apalagi sekarang banyak resep keren yang bisa saya jadikan tradisi dengan anak-anak. Terima kasih Mama!





Komentar

  1. Hihihi..saya pernah saya pernah.
    Minum air pas mandi karena sudah nggak sabar nunggu bedug. Hihihi

    BalasHapus
  2. Hihihi..saya pernah saya pernah.
    Minum air pas mandi karena sudah nggak sabar nunggu bedug. Hihihi

    BalasHapus
  3. Suka gak nahan, waktu kue sedang di bakar. Harumnya itu loh... buat perut makin bunyi..hi..hi..

    BalasHapus
  4. setujuuuu bau bakarnya itu lho... #menggoda :)

    BalasHapus
  5. Kastangel klasik emang juara ya mbak

    BalasHapus
  6. Kastangel klasik emang juara ya mbak

    BalasHapus
  7. Hahhaha zaman kecil ya Mbk? aku suka bantu ibuu buat kue itu, dulu gak tau namanya kastagel hahha

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertemuan 12: Sabtu bersama Agustinus Wibowo

“Kita akan bertemu Agustinus Wibowo tanggal 27 Desember 2014.” Itu pesan Pak Guru yang masuk di WAG AM5M beberapa minggu yang lalu. Semua antusias. Penulis genre baru non-fiksi kreatif Titik Nol yang keren itu (Titik Nol-nya yang keren, penulisnya saya belum tahu). Dua jam bersama Agustinus Wibowo (AW) eksklusif  untuk peserta AM5M dan gratis. Maka mulailah pencarian lebih jauh tentang si Mas Agus ini. Mulai dari Titik Nol , buku bercover biru dengan seorang anak yang meloncat dari ketinggian. Breath taking. Saya benar-benar ingin punya buku itu. Tapi harganya 125ribu. Itu jatah makan keluarga 3 hari. Lihat wawancaranya di Kick Andy dari YouTube. AW melakukan perjalanan darat dengan tabungan US$ 2000 ke daerah Tan. Afganistan, Tajikistan, Turkmenistan, Hidustan, dan tan tan yang lain. Sepertinya ini orang agak ajaib. Buka blognya Agustinus Wibowo . Oh my... deretan foto-foto indah kelas National

Oleh-oleh Kuliah Umum Fitrah Based Education Adriano Rusfi

Hari Minggu, 29 November 2015 lalu, saya kembali menghadiri sebuah Seminar Parenting di Aula Bapusibda Bandung. Kali ini judulnya Kuliah Umum Melahirkan Generasi Emas Melalui Pendidikan Peradaban berbasis Fitrah yang diadakan oleh Komunitas HE-BPA atau Home Education – Berbasis Potensi dan Ahlak. Buat saya, yang seru dari setiap Seminar Parenting adalah menularnya aura positif dari para peserta. Mereka adalah para ayah dan bunda yang selalu semangat untuk meng-upgrade diri dengan menambah pengetahuannya untuk mendidik anak-anak mereka. Jadi wajar saja kalau ada teman yang bisa kecanduan ikut acara seminar parenting seperti ini. Pada Kuliah umum kali ini, walau memang didominasi para bunda, ternyata banyak juga para ayah yang semangat untuk mengikuti acara. Materi pertama dari Psikolog lulusan UI, Drs. Adriano Rusfi, S.Psi atau yang sering di sapa Bang Aad. Beliau menyampaikan materi Melahirkan Generasi Aqil Baligh untuk Peradaban Indonesia yang Lebih Hijau dan Lebih Damai. Kon

Oleh-oleh dari Kuliah Umum Septi Peni Wulandani

Biarkan anak tumbuh alamiah sesuai fitrahnya. Itu pesan kuat yang saya tangkap dari acara kuliah umum Ibu Septi Peni Wulandani di Aula Perpustakaan Bapusibda Jl. Kawaluyaan Indah II Bandung. Kuliah Umum dengan tema Menjadi Ibu Profesional untuk Mencetak Generasi Handal diprakarsai oleh Institut Ibu Profesional Bandung dengan bekerja sama dengan Bapusibda Jawa Barat. Pada Sabtu, 10 Oktober 2015, selama lebih dari 1 jam sekitar 200 lebih peserta terbius cerita Bu Septi yang begitu kocak namun penuh inspirasi berharga. Siapa Bu Septi? Ternyata banyak juga yang belum mengenal Ibu kelahiran 21 September 1974 ini. Maka wajar ketika moderator merasa perlu menampilkan selusin prestasi keren beliau, diantaranya: Ibu Teladan versi Majalah Ummi 2004 Danamon Award 2006 kategori Individu Pemberdaya Masyarakat Tokoh pilihan Majalah Tempo 2006 Inovator Sosial pilihan Pasca Sarjana FISIP UI 2006 Woman Enterpreuner Award Ashoka Foundation 2007 Ikon 2008 bidang IPTEK versi Majalah